"Kalau Siswa Hanya Keleleran di Sekolah, Bukan 'Full Day' Namanya"

REDAKSIRIAU.CO, SLEMAN, - Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Prof Wuryadi, menilai perlu ada kajian mendalam terhadap sarana dan prasarana sekolah untuk mendukung program kokurikuler. Program ini memungkinkan siswa berada di sekolah selama lebih dari 7 jam sehari. "Saya kira kalau mau menerapkan program full day, ya harus dilihat dari kondisi sekolah-sekolahnya," ujar Wuryadi saat dihubungi, Selasa (9/8/2016). Menurut dia, program seperti itu hanya bisa diterapkan pada sekolah-sekolah yang telah memenuhi syarat. Sekolah pelaksananya harus memiliki sarana komplet, baik di kelas, laboraturium, maupun perpustakaan sebagai penunjang kegiatan siswa di sekolah. Sebelum itu semua diterapkan, alangkah lebih baik jika penyelenggara pendidikan memperhitungkan berapa sekolah yang telah memenuhi syarat untuk program tersebut. Jangan sampai masih ada sekolah yang belum memenuhi syarat lantas dipaksakan untuk menjalankan program Full Day. "Jadi harus komplet sarananya. Kalau siswa hanya keleleran (telantar) di sekolah, ya bukan full day namanya. Kasihan anak disengsarakan di sekolah, bukan disenangkan," ujarnya. Menurut Wuryadi, ada dua hal yang perlu dilihat dari program tersebut. Dengan satu hari penuh di sekolah, maka hal itu mengurangi waktu siswa bertemu dan berinteraksi dengan keluarganya. Di sisi lain, program ini dapat mengurangi beban tugas sekolah anak di rumah. "Jadi setelah selesai di sekolah, ya selesai. Urusan di rumah, ya di rumah," kata dia. Ia mengatakan, belajar tidak hanya di sekolah, tetapi bisa di mana saja. Ia menilai program itu akan mengurangi proses integritas anak dan ini patut mendapat catatan bagi menteri.

Ikuti Terus Redaksiriau.co Di Media Sosial

Tulis Komentar


Loading...